Mengenai Saya

Foto saya
Aku, ibu rumahtangga, yang selalu terinspirasi untuk senantiasa membuat rumah ini bahagia

Rabu, 22 April 2009

CARI KEMANA???

“Maunya sama mbak siti!” itulah jawaban spontan Naya ketika aku mencoba memberitahukan bahwa besok pagi-pagi akan datang orang baru yang akan menemaninya di rumah. Ibu-ibu setengah Baya yang direkomendasikan oleh Bu Isni tetanggaku satu komplek. Pokoknya orangnya sabar buk, saya rekomendasi banget, saya sudah lama kenal dia. Dan kebetulan anaknya juga merupakan salah satu muridnya Abi, begitu sebutannya untuk sang suami.

Aku bersyukur banget, karena sudah hampir dua minggu aku mencari orang yang bisa menggantikan posisi mbak siti yang sampai saat ini belum bisa balik atau belum mau balik dari kampung. Mungkin juga dia berat meninggalkan anaknya yang baru pulih dari sakit atau juga karena dia mulai terasa enak berada di kampung karena bisa santai dan ga perlu terburu-buru ketika ada panggilan mendadak..Ga ada perintah segera. Mbak adek mau mandi …. Mbak adek minta susu… atau mbak Bapak mau sarapan. Praduga praduga yang begini nih yang selalu memunculkan pikiran negative.

Padahal bisa saja dia belum balik karena kebetulan ada acara keluarga yang memang tidak bisa dia tinggalkan. Atau bisa juga karena anaknya masih pengen bermanja-manja dengannya karena jarang ketemu gara-gara selalu ditinggal ke Jakarta untuk bekerja sebagai pembantu. Ah.. kenapa aku tidak mengerti dengan keadaan ini. Kenapa aku terlalu cepat mengambil keputusan tanpa menimbang-nimbang efeknya terlebih dahulu. Kenapa aku terlalu cepat emosi menghadapi semua ini.

“ GAK USAH BALIK AJA MBAK, AKU CARI ORANG LAIN AJA”

Begitulah SMS terakhir yang kukirimkan kepadanya ketika si Mbak memberikan khabar bahwa dia baru bisa balik kalau PEMILU sudah selesai. Padahal Pemilu tinggal tiga hari saja. Dan gara-gara SMS itu pula malam ini aku sampai ke titik penyesalan yang luar biasa. Aku telah berubah menjadi sosok Ibu yang selama ini paling kubenci. Ibu yang Egois..Ibu yang hanya tahu kepentingan dirinya sendiri…Ibu yang tidak mau harga dirinya diremehkan.. Ibu yang takut kehilangan kehormatannya…..

Semalaman aku tidak bisa memejamkan mata memikirkan kalimat spontan Naya. Tidak hanya itu, sikap ragu-raguku muncul lagi. Itulah yang selalu terjadi jika akan menerima pembantu baru. Apalagi akhir-akhir ini banyak sekali kejadian-kejadian aneh yang notabene berkaitan dengan icon yang namanya pembantu. Sesekali ku pandangi Naya yang terbaring di sampingku. Aku ga tega kalau dia sampai disakiti orang asing yang baru ku kenal. Rasanya tidak bisa kumaafkan jika hal itu sampai terjadi. Aku sendiri tidak pernah menyakitinya. Secapek-capeknya aku, sesibuk-sibuknya aku, aku tetap memberikan sikap termanisku kepada kedua pretty girls ku.

Masih setengah empat ketika aku melirik ke jam dinding yang menempel di tembok atas pintu kamar. Jelas sekali terdengar detak jarumnya yang berpindah dari titik ke titik detik. Sunyi. Belum ada suara mikropon mesjid yang melantunkan ayat suci. Berarti pagi masih jauh. Tiba-tiba aku merasakan pipiku hangat dan seperti ada beban yang menempel. Inilah kebiasaan suamiku membangunkan aku dengan menempelkan pipinya. Oh…ternyata akhirnya aku tertidur juga. “Shalat subuh, udah setengah enam” bisikana suamiku yang masih mengenakan koko lengkap dengan sarung dan peci. Berarti dia baru sampai dari mesjid habis shalat subuh berjemaah.Setengah malas aku bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi.

Habis shalat subuh tiba-tiba aku ingat aku harus ke warung sayur pagi ini. Stok di kulkas kayaknya sudah menipis. Padahal tadi malam Kak Dea udah request ikan bakar padang untuk makan sorenya. Segera kuambil jaket abu-abu ku yang tergantung di belakang pintu. Aku bergegas menuju keluar kamar. Kunci motor .. mana yaa kunci motor… oh iya , di laci menja konsol. Semua kunci memang sengaja ditempatkan suamiku di satu tempat supaya gampang mencarinya, apalagi kalau lagi buru-buru seperti ini. Bergegas aku menuju ruang tamu. Dengan hati-hati aku menuruni anak tangga yang yang menghubungkan ruang makan dan runag tamu. Cahaya redup dari lampu akuarium menuntunku ke meja konsol depan pintu ruang tamu. Kurogoh laci dan segera kutemukan kunci yang kucari. Aku hapal banget karena kunci ini satu-satunya yang memiliki gantungan berupa bola. Masih dengan perasaan-perasaan tak karuan, serba negative. Kunyalakan motor dan buuum…..

Mpok Atik sedang menata dagangannya ketika aku sampai di warung. Mpok Atik sepertinya sudah hapal kalau yang datang aku. Karena ibu-ibu lain baru belanja diatas jam enam. “ Mpok..” Sepatah kata sapaan, cukuplah untuk membuka percakapan. Seperti biasa mpok Atik membalas dengan gayanya yang khas. “Pagi bener buk….”. Iya pok, jawabku seadanya. Selanjutnya aku asyik memilih-milih sayuran dan ikan yang akan ku masak pagi ini. Ikan bakar, hmmm…..

Beginilah kalau ga punya pembantu, capek di kantor, lebih capek lagi di rumah,tapi aku selalu memetik pelajaran positif dari setiap kejadian yang aku alami. Aku berusaha menikmati setiap peran yang kumainkan. Sebagai seorang Ibu. aku bisa merasakan sekali bagaimana susahnya menyiapkan menu keluarga yang memiliki selera beragam. Biasanya aku tinggal duduk dan makan. Habis makanpun aku bisa langsung ngeloyor pergi. Ternyata tuhan lagi ingin aku mencoba berbagai peran, mungkin biar aku bisa sedikit berempati dan mensyukuri nikmat-nikmatNya yang ada padaku.

Belum lagi aku harus menyiapkan segala keperluan Kak Dea ke sekolah, baju, buku, bekal snack, minum dan buku penghubung. Untuk alat tulis Kak Dea udah bisa menyiapkan sendiri. Dan yang tak boleh ketinggalan adalah bekal makan sorenya sebelum dia berangkat ngaji, karena kalau ini sampai ketinggalan jadilah pembantu tetangga yang kerepotan karena dia memang tidak pernah menolak jika ditawari makan.

Keasyikanku terusik ketika mpok atik menanyakan tentang pembantuku. Ada pok, rencananya mulai kerja pagi ini. ….

Saya juga dengar buk, tapi maaf nih buk ya, bukan maksud apa-apa, aku menilai pok atik berbicara terlalu hati-hati sekali. Perasaan-perasaan negative yang sempat meredam, mulai muncul lagi…

Ada apa pok, Mpok Atik kenal ?,

Kan tetangga saya buk…

Oh ya…. Terus gimana pok, baik ga orangnya, sabar ga sama anak, jujur ga pok?

Bertubi-tubi pertanyaan kuarahkan ke Mpok Atik, kupikir tanggung ah… kugali aja sekalian

Gini buk, kemaren sih dia baru kerja di komplek atas, tapi anaknya ditinggal begitu saja, terus….terus….terus….

Oh my God…..!

Inilah perasaan-perasaan tak karuan itu…..

Aku tidak lagi mendengar apa yang dikatakan mpok atik, lututku rasanya gemeteran, jantungku berdegup kencang. Ya Allah, terima kasih Engkau telah menunjukkan kepadaku. Terimakasih Engkau telah menjawab pertanyaanku.

Sebentar saja aku sudah sampai kembali di rumah, motor kuparkir di luar pagar. Aku berlari ke kamar dengan meninggalkan belanjaan yang masih kugantung di motor. Segera kutemui suamiku. Kujelaskan semuanya. Aku lebih memilih membatalkan untuk menerimanya. Rasanya tak perlu lagi investigasi. Benar atau tidak sepertinya akan membawa aroma negative ke keluarga ini. Aku ga mau terkena imbasnya. Apalagi sampai anak-anak yang kucintai.

Ting….tong….

Bel pintu berbunyi, tebakanku pasti benar,. yang datang adalah ibuk-ibuk. suamiku yang membukakan pintu. Aku menyusul ke ruang tamu dengan pakaian seadanya. Dengan sebuah jinjingan, tas kecil, sepertinya adalah pakaian yang memang sengaja disiapkan khusus untuk di rumah selagi bekerja. Si ibuk membungkukkan badan kepadaku. Aku berusaha tersenyum menundukkan kepala menghargai sikap hormatnya kepada aku dan suami. Kecut. Pasti mukakupun kelihatan sedikit tegang. Aku merasakan sekali.

“Ga apa-apa buk, pak, mungkin bukan jodoh saya untuk bekerja di rumah ibuk, kalau gitu saya pamit dulu ya buk, pak”

Sisa yang ditinggal oleh si ibuk adalah kebingungan, kebingungan yang melingkupi aku dan suami. Artinya, kita mulai lagi berburu mencari pembantu. Tapi kemana, nanya sama siapa, ke penyalur lagi pada kosong. Akhirnya setelah diskusi panjang, aku rela mengabaikan masalah harga diri. Kami memutuskan menelpon lagi Mbak Siti kesayangan Naya.

“ Ya, pak. Aku baru Bisa balik Sabtu, pagi-pagi saya akan berangkat”

Lega………………………….

Lima hari lagi, tak apalah untuk menunggu orang yang sudah kita kenal baik. Yang sudah dekat dengan anakku. Yang sudah memahami kebutuhan anak-anak.

Tapi………………..

Ini sudah Minggu, Mbak Siti belum juga balik ,aku merasa semuanya semakin tidak jelas.Tidak ada kepastian.

Ah…udah deh pa…kita cari orang lain aja…………………..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar